Doa
dan Ketulusannya Suci
@nda_lindakurnia
Lagi-lagi aku harus menangis, aku
laki-laki tapi sayangnya aku tak pernah bisa berbohong tentang perasaan tak
tega ku pada ibu, kadang pula aku tanpa segan menangis dalam pelukannya dan menghampiri
ibu yang sedang sibuk mencuci baju para tetangga.Tampak ada sekitar 4 ember
besar yang menunggu untuk ibu selesaikan belum lagi baju yang telah kering
menanti dijamah tangan kurus ibu agar segera di setrika.Sedih rasanya melihat
ibu yang harus membanting tulang demi kehidupanku dan abangku, semenjak kami
bertiga memutuskan untuk pergi dari rumah yang lama dan mencoba mengontrak di
kota ini. Iya, kami pergi meninggalkan ayah, ide ini aku yang putuskan sebab
aku tak tega melihat ibu yang selalu di bentak dan di pukul oleh ayah aku sedih
melihat badan ibu yang semakin hari semakin kurus kadang ia menangis tanpa
melawan ia tetap ingin menjadi istri yang shalihah buat ayah tapi ayah tidak
pernah menghiraukan itu. Ayah selalu habiskan waktunya di warung kopi untuk
berjudi.Ketika ayah pergi seperti biasa menuju warung kopi, Malam itu akhirnya
aku memutuskan untuk membawa ibu pergi dari rumah meski ibu sempat menolak
namun akhirnya ibupun luluh atas bujukanku.Aku juga harus menggendong abang
agar dapat ku bawa menuju kota. Abangku adalah penyandang difabelitas di mana
kaki sebelah kanannya sangat kecil dan abang juga keterbelakangan mental. Dalam
lamunanku, Aku terkadang menghujat diriku sendiri “Salah apa aku yaa Allah…!kenapa
kehidupanku tak semanis kehidupan temanku yang lain”Tapi langsung aku
beristighfar mengambil kembali air wudhu dan segera menunaikan sholat Isya aku
tak pantas memikirkan seperti itu, harusnya aku bersyukur masih di beri akal
dan fisik yang baik oleh Allah. Harusnya aku berbuat sesuatu untuk membuat ibu
dan abangku bangga.
Sekarang aku telah menamatkan
pendidikan SMA ku,Aku tak tega rasanya memberi tahu ibu tentang keinginanku
untuk melanjutkan pendidikan ke PTN. Lagi-lagi masalah biaya yang menghambat
cita-citaku,Dulu… sewaktu aku pindah sekolah kekota uangnya saja hasil menjual kalung
emas warisan kakek meski kurang, akupun mengemis pada pihak sekolah agar
sisanya di bayar nanti, Pihak sekolah mengijinkan asalkan aku bekerja selama 6
bulan, aku sekolah di swasta jadi tidak ada dana BOSS yang dapat meringankan
biaya sekolah ku, sebab hanya sekolah swastalah yag terdekat yang dapat di
jangkau dengan berjalan kaki dari kontrakan. Aku berkerja sebagai tukang
bersih-bersih di sekolah ada sempat rasa malu di benakku untung saja rasa itu
hilang bersamaan ketika aku memikirkan perjuangan ibu untukku. Aku tak pernah
menceritakan pada ibu bahwa uang hasil penjualan kalung itu kurang untuk
membayar pendaftarandan harus aku tutup dengan cara aku bekerja sebagai tukang
bersih-bersih di sekolah, tiap aku pulang sore ibu selalu bertanya “kok pulang
sore terus nak..” dan lagi-lagi aku harus berbohong “iya, tadi Fadil ada kerja
kelompok ngerjain praktikum fisika bu di sekolah”. Padahal sepulang sekolah aku
membereskan sampah-sampah yang berserakan di taman sekolah mulai dari daun-daun
kering yang berguguran sampai sampah-sampah plastik sisajajanan teman-teman di
kantin yang di buang sembarangan karna itu akhirnya aku selalu pulang
terlambat.
Kebimbangan dan rasa ragu kembali
bergelanyut di benakku jika aku menatap ijazah SMA ini,ada rasa bersalah jika
ijazah yang selama 3 tahun dengan susah payah aku dapatkan, kini harus berdiam
diri bersamaan tumpukan buku-buku SMA yang lain. Apa mau di kata, aku tak
berani menyampaikan maksud ingin kuliah dan mengejar gelar sarjana pada ibu.Tiba-tiba
ibu menepuk pundakku dari belakang “Fadil mau kuliah dimana nak?” Tak ku sangkaibu
menanyakan hal tersebut padaku “gak tau bu, Fadil berencana bantu ibu aja
bekerja”.Tiba-tiba ibu kaget dengan jawabanku “Loh bukannya kamu bilang sama
Bimo kalau kamu mau kuliah ngambil Komunikasi nak, terus sekarang kenapa kamu
bilang mau kerja” gak nyangka Bimo temen baikku di SMA cerita pada ibu tentang
maksudku untuk melanjutkan kuliah yang tak pernah aku sampaikan pada ibu.
“Fadil.. kalo masalah biaya ibu ada sedikit tabungan buat kamu, ibu berusaha
menyisihkan uang untukpendidikanmu nak, ibu ingin tetap melihat semangatmu
untuk belajar, ibu masih ingin menggenggam piala-piala juara umum yang pernah
kamu raih nak, dan ibu masih ingin melihatmu tetap menjadi anak ibu yang
membanggakan, ibu selalu tersenyum bukan malu jika kamu jadi sebutan tetangga
anak buruh cuci yang berprestasi. Ibu masih ingin melihat tawa-tawa suka cita
mu memberi kabar gembira pada ibu nak, kamu mau kuliahkan mengejar cita-citamu
sebagai Menteri Komunikasi?”.Tanpa berbicara aku langsung memeluk ibu dan
bersujud mencium kedua kakinya tak ku sangka ibu masih saja memikirkan masa
depanku padahal kami untuk makan saja sulit.
Sejak saat itu aku mulai mencari PTN
dan Beasiswa, berbekal uang 200 ribu yang ibu beri aku pergi menuju Universitas
Indonesia ternyata uang tersebut hanya cukup untuk mengikuti pendaftaran SBMPTN,kalau
soal makan aku bisa menahannya. Untuk kembali kerumah aku harus berjalan kaki sejauh
10 km karna saat itu sepersenpun tidak ada lagi uang di kantong. Setibanya di
rumah aku melihat ibu terbaring di atas tikar, sepertinya ia sedang menantikaan
kepulanganku hingga pukul 10 malam.
“ibu,
ayok pindah ke kamar saja” saranku “Fadil udah pulang, gimana tadi tesnya lancar,
pastinya banyak yang daftar yaa nak sampai kamu pulang hampir larut gini.
Kasian kamu nak, sambil mengusap keringatku dengan kedua tangannya” “hehehe
gitulah bu banyak banget Fadil nekat mencoba Universitas Indonesia bu, Entar
misalnya Fadil keterima Fadil mau dapetin beasiswa disana dan kenalan sama
banyak kerabat Menteri bu, kan banyak alumni UI yang jadi Menteri siapa tau
Fadil penerusnya hehe (tersenyum kecil dengan mata berkaca-kaca)”. Memang
membanggakan anak ibu ini, sahut ibu. “abang mana bu, abang tidur sepertinya
dia capek seharian tadi bantuin ibu nyuci, ibu kaget tadi pagi tiba-tiba abang
kamu ngambil air, dan bantu ibu nyuci nak” kalian berdua memang membanggakan
buat ibu. Tanpa ku sangka ternyata abang, mengetahui kesulitan biaya kuliah
yang aku dan ibu alami.Abangku sebenarnya mampu mendengar dan mengerti hanya
saja gertakan ayah dan kekerasan yang ia alami dulu membuat abang down menjadikannya
seorang yang pemurung dan berdiam diri di kamar. Tapi aku tak tau ada keajaiban
apa yang Allah berikan padaku dan abangku. Ibu selalu membangunkanku dan abang
untuk sholat malam, karna ibu tau pesaingku di UI ada ribuan ia tak ingin aku
gagal.
Tiba
saatnya pengumuman SBMPTN, pagi itu aku berdandan rapidan bergegas menuju kampus UI melihat deretan nama yang di
terima dan berharap ada namaku FADIL PUTRA di barisan nama-nama calon maba UI
yang di tempel pada papan pengumuman. Aku mulai putus asa, sampai keurutan no
348 masih saja belum ku temukan nama FADIL PUTRA, aku menarik napas masih ada
sekitar 2142 deretan nama lagi yang belum ku lihat aku harus semangat ibu
menungguku membawa kabar gembira untuknya, aku kembali lagi menggerakkan
telunjuk hingga sampai pada nomor 986 ada nama FADIL PUTRA tak menyangka aku
berhasil menjadi maba UI di fakultas ilmu komunikasi. Aku segera pulang dan
memberi kabar gembira ini pada ibu. Saat aku mengetuk pintu dan mengucapkansalam
tak ada yang menjawab salamku. Akhirnya ada tetangga yang memberi tahuku bahwa
ibu dan abangku pergi berjualan gorengan kepasar aku kembali berlari dan segera
mencari ibu.Ku lihat ada mushala tampak sandal abang dan ibuku di situ, aku
segera masuk ke mushala tersebut.Aku melihat kekhusukkan doa ibu dan terenyuh
hati ku ketika melihat abang sholat di samping ibu, abang ternyata berdoa
buatku “yaa awoh, piki gak enah inta apa-apa ama awoh api sekaang piki mohon
yaa awoh uuskan adil di UI ya awoh (Yaa
Allah Piki gak pernah minta apa-apa sama Allah, tapi sekarang piki mohon yaa
Allah luluskan Fadil di UI)”mendengar doa itu aku langsung pergi ke depan
mushola dan menunggu abang dan ibu ku selesai sholat tak tahan rasanya ingin
menangis mendengar kesungguhan doa dari abang dan ibuku.
“Fadil..
kamu ngapain?” ibu memecah lamunanku, langsung ku peluk ibu dan abang ku sambil
menangis haru “Ibu, Abang, Fadil berhasil menjadi maba UI, Fadil di terima di
UI bu terimakasih selama ini udah mejadi orang-orang terhebat buat Fadil
terimakasih bu, terimakasih bang, ini berkat doa ibu dan abang”. “adil ebat”
sahut abangku..
Ibu
terdiam dan tak bisa berkata apa-apa tentang rasa bangga yang kembali aku
berikan untuk ibu, ibu hanya tersenyum sambil menangis..
Entah apa yang merasukiku
sampai-sampai pengen nulis cerita melankolis gini :D
0 komentar:
Post a Comment